Mazhab-Mazhab
dalam Ilmu Tauhid
I.
Pendahuluan
Ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari
tentang ketauhidan. Dalam mempelajari ilmu ini kita tidak lepas dari pokok
bahasan mengenai aliran-aliran yang membahas tettang ketauhidan. Aliran-aliran
mulaio bermunculan semenjak Rasulullah wafat. Hal ini dikarenakan setelah Nabi
wafat,sudah tidak ada lagi tumpuan untuk memecahkan persoalan-persoalan umat.
Sedangkan setelah itu umat banyak
menemukan kemusykilan-kemusykilan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Sehingga dalam mena’wilkan masalah-masalah itu,banyak perbedaan pendapat antar
orang. Sehingga mereka membuat kelompok-kelompok sebagai pengikut pendapatnya ,
sehingga terbentuklah aliran-aliran. Untuk lebih menjelaskan pembaca tentang
aliran-aliran ini, pemakalah mencoba
menyajikan pokok bahasan mengenai bab tersebut
Untuk
membatasi pokok bahasan tentang mazhab-mazhab ini, pemakalah hanya akan
membahas pokok-pokok bahasan yang meliputi sebab-sebab munculnya mazhab-mazhab,
macam-macam mazhab, serta pokok-pokok pemikirannya. Di bawah ini pemakalah akan
menjelaskan dengan pokok bahasan yang mudah dimengerti. Sehingga pembaca dapat
dengan mudah memahami pokok-pokok bahasan mengenai bab mazhab-mazhab.
II.
Rumusan masalah
1.
Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan munculnya mazhab-mazhab?
2.
Apa sajakah macam-macam mazhab
tersebut?
3.
Apa pokok-pokok pemikiran
masing-masing mazhab tersebut?
III.
Pembahasan
v
Penyebab munculnya Mazhab-mazhab
Permulaan dari perpecahan umat Islam,
boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi Muhammad. Tetapi perpecahan itu mulai
mereda,setelah terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Namun setelah beberapa
lama, mulai timbul perpecahan lagi, yang dihembuskan oleh orang-orang yang
murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadiNabi, seperti
Musailamatul Kazzab, Thulaihah, Sajah, dan Al-Aswad al-Ansy.
Demikianlah berjalan masa-masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Ustman dalam kubu persatuan yang erat dan
persaudaraan yang mesra. Dimasa ketiga khalifah ini digunakan kesempatan yang
sebaik-baiknya untuk mengerahkan semua tenaga kaum Muslimin untuk menyiarkan
dan mengembangkan Islam ke seluruh alam.
Tetapi setelah Islam meluas kemana-mana,
tiba-tiba di akhir Khalifah Ustman, terjadi suatu masalah yang ditimbulkan oleh
tindakannya yang kurang disetujui oleh pendapat umum. Pendapat itu adalah bahwa
sebagian tindakan Ustman kurang sesuai dengan zaman. Hal itu lah yang menyebabkan masyarakat
menjadi kurang senang terhadapnya. Inilah asal fitnah yang membuka kesempatan
orang-orang yang lapar kedudukan untuk menggulingkan kekuasaan Ustman. Yang
mana berakibat terbunuhnya Saidina Ustman. Dan setelah kematiannya khalifahnya
diganti Ali. Akkan tetapi pilihannya itu tanpa suara bulat,karena ada golongan
yang tidak menyetujui pengangkatan tersebut. Bahkan ada yang menentang
pengangkatan tersebut dan menuduh Ali ikut campur atau sekurang-kurangnya
membiarkan komplotan pembunuhan Ustman. Semenjak itulah, berpangkalnya masalah
yang menyebabkan perpecahan umat Islam hingga menjadi beberapa partai atau
golongan. Diantaranya yaitu golongan Syi’ah, Khawarij, Mu’tazillah, Asy’ariyah,
Maturidiyah, Murjiah, Jabariyah, dan Qodariyah yang mana masing-masing akan
pemakalah jelaskan pada bagian macam-macam mazhab.
v
Macam-macam Mazhab
a.Khawarij
Aliran ini timbul setelah perang Shiffin
antara Ali dan Mu’awiyah. Peperangan itu diakhiri dengan gencatan senjata,
untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak. Golongan khawarij adalah
pengikut Ali, yang tidak setuju dengan adanya gencatan senjata dan perundingan
itu. Lalu mereka memisahkan diri dari Ali, dan jadilah penentang Ali dan
Mu’awiyah. Mereka mengatakan bahwa Ali tidak konsekuen dalam membela kebenaran.[1]
Seorang yang bernama Abu Muslim
Al-khurasani, dapat mempengaruhi golongan ini untuk menggulingkanpemerintahan
Mu’awiyah di Parsi. Setelah Khawarij itu berkembang selama dua abad,datang
pulalah saat runtuhnya,lenyap hingga masa kini. Di masa jayanyadalam aliran ini
timbul berbagai perpecahan menjadi beberpa golongan yang diantara lain,
golongan azariqah dan golongan Abadhiah. Sedangkan golongan-golongan Khawarij
yang yang dianggap keluar Islam, yaitu golongan Yazidiah(pengikut Yazid),
golongan Maimuniah, dan golongan Syabibyah.
b.Syi’ah
Aliran ini merupakan golongan umat Islam
yang terlampau mengagungkan keturunan-keturunan Nabi, mereka mendahulukan
keturunan Nabi untuk menjadi Khalifah. Sudah kita ketahui bahwa setelah Nabi
wafat, seorang dari keluarganya yang sudah Islam, pamannya Al-Abbas, ayahnya
Ali, Ali putra pamannya itu menjadi menantunya pula. Kedua orang inilah yang
terdekat keturunnya dengan Nabi. Sehingga kedua orang ini yang paling berhak
mendapat julukan “keluarga Nabi”. Akan tetapi golongan Syi’ah menetapkan Imam
Ali lah yang pantas memegang jabatan khalifah, sesudah Nabi. Al-Abbas pun
merasa demikian.
Ali tidak pernah menonjolkan dirinya
untuk merebut kekhalifahan, meskipun ia merupakan keluarga terdekat Nabi. Ali
sadar bahwa yang berhak menjadi khalifah itu bukan karena keturunan,sebagaimana
yang belaku di kerajaan-kerajaan, akan tetapi haruslah melalui pemilu dan
persetujuan umat.
Sesudah Ali, kekhalifahan itu tetap
turuntemurun kepada anak cucunya, dan ini seolah-olah merupakan ketetapan Allah.
Tetapi dalam menentukan keturunan itu, timbul pula perbedaan pendapat. Ali
mempunyai anak, Hasan dan Husein yang mana keduanya mempunyai beberpa anak
pula. Sehingga timbullah pertikaian kepada siapa jatuhnya kekhalifahan.
Akhirnya timbullah beberapa golongan Syi’ah yang masing-masing menetapkan siapa
yang mereka sukai untuk menjadi Imam.Adapun golongan-golongan tersebut antar
lain Az-Zaidiah, Al-Imamiah, dan Al-Isma’ilyah
c.
Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah adalah aliran fikiran
Islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang sangat
penting orang yang hendak mengetahui filsafat islam yang sesungguhnya.[2]
Aliran ini lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrah di kota Basrah,
pusat ilmu dan peradaban islam kala itu.
Nama pendiri mazhab ini adalah Abu
Hudzaifah Washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Timbulnya dizaman Abdul Malik bin Marwan
dan anaknya Hisyam ibnu Abdul Malik. Dinamakan golongan Mu’tazilah karena
Washil memisahkan dirinya, karena berlainan pendapat dengan gurunya Al-Hasan
Al-Bishry, tentang masalah orang Islam yang mengerjakan dosa besar yang belum
taubat sebelum matinya. Golongan ini sendiri tidak suka dan tidak mau dinamakan
Mu’tazilah. Mereka mengakui dirinya golongan pembela keadilan dan ketauhidan.
d.
Asy’ariyah
Dalam suasana keMu’tazilah-an yang
keruh, muncullah Asy’ariyah,dibesarkan dan dididik sampai mencapai umur lanjut.[3] Ia
telah membela aliran Mu’tazilah dengan sebaik-baiknya, akan tetapi kemudian
ditinggalkannya, bahkanmemberinya pukulan-pukulan hebat dan menganggapnya lawan
yang berbahaya.
Pendiri aliran Asy’ariyah adalah Abdul
Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ary. Al-Asy’ary
lahir tahun 260 H/ 873M dan wafat tahun 324H/ 935M. Pada waktu kecilnya
dia berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Al-Jubba’i. Dia mengikuti
aliran Mu’tazilah selama 40 tahundan tidak sedikit dari hidupnya digunakan
untuk mengarang buku-buku keMu’tazilahan.
Ketika mencapai usia 40 tahun ia
bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke masjid Basrah. Di
depan orang banyak ia mengatakan bahwa ia mula-mula mengatakan Qur’an itu
makhluk; Tuhan tidak dapat dilihat matakepala; perbuatan buruk manusia sendiri
yang memperbuatnya(semua pendapat Mu’tazilah) semua itu ditolaknya.
Penyebab Asy’ariyah meninggalkan Mu’tazilah
adalah adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa menghancurkan
mereka jika tidak segera diakhiri. Ia sangat khawatir jika Qur’an dan Hadits
menjadi korban paham-paham Mu’tazilah yang menurutnya tidak dapat dibenarkan,
karena didasarkan atas pemujaan akal. Asy-Ariyah dalam hal
pemikiran-pemikirannya mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan
golongan tekstualis dan ternyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas
kaum Muslim.
e.
Maturidiyah
Aliran Maturidiyah masih tergolong Ahli
Sunnah seperti halnya aliran Asy’ariyah. Pendirinya adalah Muhammad bin
Muhammad Abu Mansur. Ia dilahirkan di Maturid, daerah kecil di Samarkand kurang
lebih pada pertengahan abad ketiga Hijrah dan meninggal di Samarkand juga pada
tahun 332 H.
Maturidy semasa hidupnya dengan Asy’ary,
hanya dia hidup di Samarkand, sedang Asy’ary di Basrah.. Asy’ary pengikut
mazhab Syafi’i sedangkan Maturidy pengikut mazhab Hanafi.
Adapun perbedaan dari segi pemikiran
antara Asy’ary dan Maturidy adalah menurut aliran Asy’ariyah, mengetahui Tuhan
diwajibkan Syara’, sedangkan menurut Maturidy diwajibkan oleh akal. Selain itu
menurut golongan Asy’ary sesuatu perbuatan tidak mempunyai sifat baik dan
buruk. Baik dan buruk tidak lain karena diperintahkan Syara’ atau dilarangnya,
sedangkan menurut Maturidy, pada tiap-tiap perbuatan itu sendiri ada
sifat-sifat baik ataupun buruk.[4]
f.
Qodariyah
Mazhab ini muncul pada akhir abad pertama Hijrah. Yang menjadi
pelopor dari mazhab ini adalah Ma’bah Al-Jauhani Al-Bishri, di tanah Iraq. Ia
adalah seorang yang alim juga tentang Al-Qur’an dan al-Hadits. Akan tetapi kemudian
ia menjadi sesat dan mendapat pendapat-pendapat yang salah. Akan tetapi setelah
diketahui oleh Pemerintah Umayyah pada waktu itu, maka akhirnya ia dibunuh oleh
Abdul Malik bin Marwan dan disulakan di Damsyik tahun 80 hijrah
g.
Jabariyah
Golongan ini adalah gerakan yang
menentang Qodariyah. Pendirinya adalah
Jaham bin Shafwan. Sehingga kadang-kadang paham ini disebut juga
golongan Jahamyah. Jahamlah penggegas pendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan
terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk bertindak
dalam mengerjakan segala sesuatu. Semua tindakan manusia sudah menjadi
ketentuan Tuhan. Jadi manusia tidaklah bertanggung jawab atas perbuatannya.
Gerakan dan golongan ini mendapat
tantangan yang hebat dari golongan-golongan dan para ulama di luar Jahamyah,
yang menolak dan memberantas Jaham tersebut. Penolakan itu lebih-lebih
ditandaskan kepada 2 soal:
1.
Pendirian Jabariyah, bahwa
manusia itu tidak mempunyai ikhtiar sedikitpun. Ajaran dan pendirian itu tentulah
akan menjadikan manusia malas dan berputus asa, tidak mau bekerja. Bahkan akan
berserah diri kepada Qodar saja. Hal itu pasti mengakinatkan kemunduran umat
Islam.
2.
Terhadap tawil yang
berlebih-lebihan, mentakwilkan Al-Qur’an yang mengandung sifat-sifat Allah. Hal
itu berarti membatasi memahamkan Al-Qur’an dari satu jurusan saja.
h. Murjiah
Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir
abad pertama Hijrah. Di namai Murjiah, karena lafadz ini berarti menunda
atau mengembalikan. Mereka berpendapat bahwa orang-orang yang sudah mukmin
yang berbuat dosa besar, hingga matinya tidak juga tobat, orang itu belum dapat
kita hukum sekarang. Terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya
kepada Allah kelak setelah hari kiamat.[5]
Golongan Murjiah ini sangat mementingkan
kewajiban-kewajiban sesama manusia daripada kewajiban-kewajiban terhadap agama,
sekalipun ada nashnya dalam Al-Qur’an. Mereka mengutamakan dan memberian nilai
yang tinggi kepad i’tiqad, bukanterhadap amalan-amalan yang lainnya dalam
agama. Tetapi aliran ini sudah lenyap sama sekali, sebab ditindas dan
dimusnahkan oleh Daulah Abbasyah, apalagi golongan ini penyokong Daulah Umayah.
v Pokok-pokok
Pemikiran aliran-aliran
a.
Aliran Khawarij[6]
1.
Setiap muslim tanpa melihat
keturunan,bangsa, atau warna kulit, seorang keturunan budak sekalipun, yang
perilaku hidupnya tidak tercela, dapat ditetapkan sebagai khalifah.
2.
Untuk menjadi imam atau Khalifah
harus dipilih pleh rakyat secara demokratis.
3.
Orang yang berdosa besar,
misalnya kearena membunuh dipandang sebagai orang kafir.
4.
Orang yang berperilaku buruk
walaupun ibadahnya baik tetap masuk neraka
5.
Kehidupan yang baik adalah
menyingkirkan diri dari keramaian, dengan jalan bertapa dan lainnya.
b.
Aliran Syiah
1.
Bahwa Ali bin Abi Thalib telah
ditunjuk nabi dengan nash untuk menjadi Khalifah setelah Nabi wafat.
2.
Bahwa Imam (khalifah) harus
keturunan nabi melalui garis Ali dan istrinya Fatimah binti Muhammad.
3.
Bahwa Imam (khalifah) wajib
ma’sum artinya terpelihara dari dosa besar dan kecil.
c.
Aliran Mu’tazilah
1.
A-Tauhid, yaitu bahwa Allah itu
Esa, satu dengan zat dan sifatnya, dan sifatnya itu adalah zat Allah itu
sendiri
2.
Al-A’dal, artinya bahwa Allah itu
adil, tidakmungkin Allah menggerakkan
manusia mengerjakan yang jahat. Allah hanya menyuruh berbuat yang baik. Oleh
karena itu manusia menmpunyai ikhtiar sendiri dalam perbuatannya, tidak
bergantung kepada kodrat irodat Allah.
3.
Manzilah bainal manzilataini,
artinya bahwa dalam menetapkan tempat bagi orang-orang yang berdosa besar,
yaitu diantara tempat orang mukmin dan orang kafir.
4.
Al-wa’ad wal wa’id, artinya jika
Allah berjanji dengan pahala terhadap kebajikan, di tepati janji-Nya, begitu
juga dengan janji siksaanNya, tidak ada hak memberi ampunan
5.
Amar ma’ruf dan nahi munkar,
artinya bahwa Alah menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat, yang hal
itu menurut Mu’tazilah wajib karena akal bukan karena nash Al-Qur’an dan Al-
hadits.
Selanjutnya kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu tidak abadi,dan hanya dipakai sebagai alat untuk wahyu, Apa yang
didengar oleh nabi Muhammad bukan sabda Allah sendiri, melainkan hanya alat
yang di buat untuk menyatakan kemauan-Nya
d.
Aliran Asy’ariyah
Aliran ini tidak dapat jauh dari
pemakaian rasio(akal) dan argumentasi pemikiran. Hal ini dikarenakan pendirinya
dahulu pernah menjadi penganut aliran Mu’tazilah. Namun Aliran ini menggunakan
rasio secara tidak berlebih-lebihan seperti Mu’tazilah.
Pokok-pokok
pemikirannya yaitu:
1.
Sifat
Aliran ini mengakui adanya sifat-sifat
Tuhan, yang mana sifat-sifat tersebut sesuai dengan zat Tuhan sendiri dan sama
sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk.
2.
Kekuasaan Tuhan dan perbuatan
manusia
Manusia
tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu.
3.
Melihat Tuhan pada hari kiamat
Aliran ini berpendapat bahwa Tuhan dapat
dilihat, tetapi tidak menurut sara tertentu dan tidak pula pada arah tertentu.[7]
4.
Dosa Besar
Aliran ini mengatakan bahwa orang Mukmin
yang mengesaan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah dia akan
diampuni-Nya atau langsung masuk surga, ataukah dijatuhi siksa karena
kefasikannya, tetapi kemudian masuk surga.
e.
Aliran Maturidiyah
Aliran
ini memiliki kemiripan dengan Asy’ariyah dalam hal tujuan, yaitu membendung dan
melawan aliran Mu’tazilah. Perbedaannya hanyalah jika Asy’ariyah menghadapi
negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yaitu Basrah dan Irak, sedangkan Maturidiyah
menghadapi Mu’tazilah di bagian negeri Samarkand dan Iran. Meskipun hampir
mirip, namun memiliki beberapa perbedaan dalam hal pendapat. Contoh masalah
yang menjadi perbedaan tersebut adalah:
-
Apakah sifat-sifat Baqa’ itu sifat wujud atau bukan
-
Bagaimana hakikat iman dan apa bisa bertambah atau
berkurang, dsb.
Pokok-pokok
pemikirannya meliputi:[8]
1.
Kewajiban mengetahui Tuhan
Menurut Al-Maturidiyah, akal bisa mengetahui
kewajiban untuk mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan, seperti yang
diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyelidiki alam,
bumi, dan langit. Namun, meskipun akal semata-mata sanggupmengetahi Tuhan,
tetapi ia tidak sanggupmengethui dengan sendirinya hukum-hukum takfili
(perintah-perintah Tuhan).
2.
Kebaikan dan keburukan menurut
akal
Aliran ini mengakui adanya keburukan
obyektif (yang terdapat pada sesuatu perbuatan itu sendiri) dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan
sebagian perbuatan. Seolah- olah mereka membagi perbuatan-perbuatan menjadi 3,
yaitu sebagian yang dapat diketahui kebaikannya dengan akal semata,sebagian
keburukan yang dapat diketahui akal, dan sebagian tidak jelas kebaikan dan
keburukannya bagi akal dan hanya bisa diketahui melalui syara’.
3.
Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan
Menurut aliran ini perbuatan tuhan
mengandung kebijaksanaan(hikmah), baik dalam ciptaan-ciptaan-Nya maupun dalam
perintah ataupun larangan-Nya(takfili). Tetapi perbuatan Tuhan tersebut tidak
karena paksaan. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban
itu mengandung suatu perlawanan dengan irodat-Nya.
f.
Aliran Jabariyah
Aliran
ini dalam berfikir tentang takdir menggunakan metode pasrah. Maksudnya segala sesuatu yang ada di dunia ini
adalah kehendak tuhan. Begitu pula dengan perbuatan manusia adalah kehendak
Tuhan. Sehingga dengan kata lain manusia tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya.
g.
Aliran Qodariyah
Aliran ini menggunakan paham kehendak
bebas. Maksudnya segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah usaha dari
manusia. Begitu pula dengan segala perbuatan manusia dan apa yang diperolehnya
dianggap sebagai hasil jerih payahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari
Tuhan.
h.
Aliran murjiah
Aliran ini berpendapat bahwa dosa besar
tidak merusak iman. Seperti halnya ketaatan, tidak memberi manfaat bagi orang
kafir. Iman adalah pembenaran, pengakuan, keyakinan, dan pengetahuan. Sehingga
dapat dikatakan iman terpisah dari perbuatan.[9]
Perbuatan maksiat tidak akan merusak hakikat iman seseorang. Ada juga dari
aliran ini yang berpendapat bahwa pelaku dosa diserahkan kepada Allah pada hari
kiamat.
IV.
Kesimpulan
Dalam
Islam terdapat banyak aliran-aliran dengan corak pemikiran yang berbeda-beda.
Jikalaupun ada persamaan, biasanya Cuma sedikit dalam segi tertentu. Hal ini
dikarenakan setiap orang memiliki main set yang tidak sama dalam
menginterpretasikan segala sesuatu. Adapun pemikiran-pemikiran dari berbagai
aliran tersebut ada yang melenceng dari ajaran Al-Qur’an dan Al-hadits.
Sehingga kita sebagai seorang muslim harus selektif dalam memahami corak-corak
masing-masing dari mereka, tidak langsung menganutnya dengan mengambil secara
mentah-mentah. Di lihat dahulu apakah pemikiran itu sudah sesuai dengan
landasan kita Al-Qur’an dan Al-Hadits atau tidak.
Daftar Pustaka
A.Hanafi.Pengantar
Theologi Islam.PT.Jayamurni:Jakarta.1974
.Theology Islam.PT.Bulan
Bintang:Jakarta.1996
Hilman
Hadikusuma.Antropologi Agama bagian 2.PT.Citra aditya Bakti:Bandung.1993
Imam Muh. Abu
Zahrah.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam.Logos Publishing House:
Jakarta.1996
M. Thahir Abd. Mu’in.Ilmu Kalam.Widjaya:Jakarta.1966
[1]
M. Thahir Abd. Mu’in.1996.Ilmu Kalam.Widjaya:Jakarta.hlm.98
[2]
Ahmad Hanafi.1996.Theology
islam.PT.Bulan Bintang:Jakarta.hlm.39
[3] M. Thahir Abd. Mu’in.opcit.hlm.58
[4] M. Thahir Abd. Mu’in.1996.opcit.hlm.70
[5]
Ibid.hlm.100
[6]
Hilman Hadikusuma.Antropologi Agama bagian 2.PT.Citra Aditya Bakti:
Bandung.hlm.
[7]
A.Hanafi.Pengantar Theologi
Islam.Pustaka Al-Husna:Jakarta.1974.hlm.109
[9]
Imam Muh.Abu Zahrah.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam.Logos
Publishing House:Jakarta.1996.hlm.143