Senin, 04 Juni 2012
Rabu, 11 April 2012
makalah tentang mazhab-mazhab dalam ilmu Tauhid
Mazhab-Mazhab
dalam Ilmu Tauhid
I.
Pendahuluan
Ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari
tentang ketauhidan. Dalam mempelajari ilmu ini kita tidak lepas dari pokok
bahasan mengenai aliran-aliran yang membahas tettang ketauhidan. Aliran-aliran
mulaio bermunculan semenjak Rasulullah wafat. Hal ini dikarenakan setelah Nabi
wafat,sudah tidak ada lagi tumpuan untuk memecahkan persoalan-persoalan umat.
Sedangkan setelah itu umat banyak
menemukan kemusykilan-kemusykilan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Sehingga dalam mena’wilkan masalah-masalah itu,banyak perbedaan pendapat antar
orang. Sehingga mereka membuat kelompok-kelompok sebagai pengikut pendapatnya ,
sehingga terbentuklah aliran-aliran. Untuk lebih menjelaskan pembaca tentang
aliran-aliran ini, pemakalah mencoba
menyajikan pokok bahasan mengenai bab tersebut
Untuk
membatasi pokok bahasan tentang mazhab-mazhab ini, pemakalah hanya akan
membahas pokok-pokok bahasan yang meliputi sebab-sebab munculnya mazhab-mazhab,
macam-macam mazhab, serta pokok-pokok pemikirannya. Di bawah ini pemakalah akan
menjelaskan dengan pokok bahasan yang mudah dimengerti. Sehingga pembaca dapat
dengan mudah memahami pokok-pokok bahasan mengenai bab mazhab-mazhab.
II.
Rumusan masalah
1.
Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan munculnya mazhab-mazhab?
2.
Apa sajakah macam-macam mazhab
tersebut?
3.
Apa pokok-pokok pemikiran
masing-masing mazhab tersebut?
III.
Pembahasan
v
Penyebab munculnya Mazhab-mazhab
Permulaan dari perpecahan umat Islam,
boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi Muhammad. Tetapi perpecahan itu mulai
mereda,setelah terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Namun setelah beberapa
lama, mulai timbul perpecahan lagi, yang dihembuskan oleh orang-orang yang
murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadiNabi, seperti
Musailamatul Kazzab, Thulaihah, Sajah, dan Al-Aswad al-Ansy.
Demikianlah berjalan masa-masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Ustman dalam kubu persatuan yang erat dan
persaudaraan yang mesra. Dimasa ketiga khalifah ini digunakan kesempatan yang
sebaik-baiknya untuk mengerahkan semua tenaga kaum Muslimin untuk menyiarkan
dan mengembangkan Islam ke seluruh alam.
Tetapi setelah Islam meluas kemana-mana,
tiba-tiba di akhir Khalifah Ustman, terjadi suatu masalah yang ditimbulkan oleh
tindakannya yang kurang disetujui oleh pendapat umum. Pendapat itu adalah bahwa
sebagian tindakan Ustman kurang sesuai dengan zaman. Hal itu lah yang menyebabkan masyarakat
menjadi kurang senang terhadapnya. Inilah asal fitnah yang membuka kesempatan
orang-orang yang lapar kedudukan untuk menggulingkan kekuasaan Ustman. Yang
mana berakibat terbunuhnya Saidina Ustman. Dan setelah kematiannya khalifahnya
diganti Ali. Akkan tetapi pilihannya itu tanpa suara bulat,karena ada golongan
yang tidak menyetujui pengangkatan tersebut. Bahkan ada yang menentang
pengangkatan tersebut dan menuduh Ali ikut campur atau sekurang-kurangnya
membiarkan komplotan pembunuhan Ustman. Semenjak itulah, berpangkalnya masalah
yang menyebabkan perpecahan umat Islam hingga menjadi beberapa partai atau
golongan. Diantaranya yaitu golongan Syi’ah, Khawarij, Mu’tazillah, Asy’ariyah,
Maturidiyah, Murjiah, Jabariyah, dan Qodariyah yang mana masing-masing akan
pemakalah jelaskan pada bagian macam-macam mazhab.
v
Macam-macam Mazhab
a.Khawarij
Aliran ini timbul setelah perang Shiffin
antara Ali dan Mu’awiyah. Peperangan itu diakhiri dengan gencatan senjata,
untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak. Golongan khawarij adalah
pengikut Ali, yang tidak setuju dengan adanya gencatan senjata dan perundingan
itu. Lalu mereka memisahkan diri dari Ali, dan jadilah penentang Ali dan
Mu’awiyah. Mereka mengatakan bahwa Ali tidak konsekuen dalam membela kebenaran.[1]
Seorang yang bernama Abu Muslim
Al-khurasani, dapat mempengaruhi golongan ini untuk menggulingkanpemerintahan
Mu’awiyah di Parsi. Setelah Khawarij itu berkembang selama dua abad,datang
pulalah saat runtuhnya,lenyap hingga masa kini. Di masa jayanyadalam aliran ini
timbul berbagai perpecahan menjadi beberpa golongan yang diantara lain,
golongan azariqah dan golongan Abadhiah. Sedangkan golongan-golongan Khawarij
yang yang dianggap keluar Islam, yaitu golongan Yazidiah(pengikut Yazid),
golongan Maimuniah, dan golongan Syabibyah.
b.Syi’ah
Aliran ini merupakan golongan umat Islam
yang terlampau mengagungkan keturunan-keturunan Nabi, mereka mendahulukan
keturunan Nabi untuk menjadi Khalifah. Sudah kita ketahui bahwa setelah Nabi
wafat, seorang dari keluarganya yang sudah Islam, pamannya Al-Abbas, ayahnya
Ali, Ali putra pamannya itu menjadi menantunya pula. Kedua orang inilah yang
terdekat keturunnya dengan Nabi. Sehingga kedua orang ini yang paling berhak
mendapat julukan “keluarga Nabi”. Akan tetapi golongan Syi’ah menetapkan Imam
Ali lah yang pantas memegang jabatan khalifah, sesudah Nabi. Al-Abbas pun
merasa demikian.
Ali tidak pernah menonjolkan dirinya
untuk merebut kekhalifahan, meskipun ia merupakan keluarga terdekat Nabi. Ali
sadar bahwa yang berhak menjadi khalifah itu bukan karena keturunan,sebagaimana
yang belaku di kerajaan-kerajaan, akan tetapi haruslah melalui pemilu dan
persetujuan umat.
Sesudah Ali, kekhalifahan itu tetap
turuntemurun kepada anak cucunya, dan ini seolah-olah merupakan ketetapan Allah.
Tetapi dalam menentukan keturunan itu, timbul pula perbedaan pendapat. Ali
mempunyai anak, Hasan dan Husein yang mana keduanya mempunyai beberpa anak
pula. Sehingga timbullah pertikaian kepada siapa jatuhnya kekhalifahan.
Akhirnya timbullah beberapa golongan Syi’ah yang masing-masing menetapkan siapa
yang mereka sukai untuk menjadi Imam.Adapun golongan-golongan tersebut antar
lain Az-Zaidiah, Al-Imamiah, dan Al-Isma’ilyah
c.
Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah adalah aliran fikiran
Islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang sangat
penting orang yang hendak mengetahui filsafat islam yang sesungguhnya.[2]
Aliran ini lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrah di kota Basrah,
pusat ilmu dan peradaban islam kala itu.
Nama pendiri mazhab ini adalah Abu
Hudzaifah Washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Timbulnya dizaman Abdul Malik bin Marwan
dan anaknya Hisyam ibnu Abdul Malik. Dinamakan golongan Mu’tazilah karena
Washil memisahkan dirinya, karena berlainan pendapat dengan gurunya Al-Hasan
Al-Bishry, tentang masalah orang Islam yang mengerjakan dosa besar yang belum
taubat sebelum matinya. Golongan ini sendiri tidak suka dan tidak mau dinamakan
Mu’tazilah. Mereka mengakui dirinya golongan pembela keadilan dan ketauhidan.
d.
Asy’ariyah
Dalam suasana keMu’tazilah-an yang
keruh, muncullah Asy’ariyah,dibesarkan dan dididik sampai mencapai umur lanjut.[3] Ia
telah membela aliran Mu’tazilah dengan sebaik-baiknya, akan tetapi kemudian
ditinggalkannya, bahkanmemberinya pukulan-pukulan hebat dan menganggapnya lawan
yang berbahaya.
Pendiri aliran Asy’ariyah adalah Abdul
Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ary. Al-Asy’ary
lahir tahun 260 H/ 873M dan wafat tahun 324H/ 935M. Pada waktu kecilnya
dia berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Al-Jubba’i. Dia mengikuti
aliran Mu’tazilah selama 40 tahundan tidak sedikit dari hidupnya digunakan
untuk mengarang buku-buku keMu’tazilahan.
Ketika mencapai usia 40 tahun ia
bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke masjid Basrah. Di
depan orang banyak ia mengatakan bahwa ia mula-mula mengatakan Qur’an itu
makhluk; Tuhan tidak dapat dilihat matakepala; perbuatan buruk manusia sendiri
yang memperbuatnya(semua pendapat Mu’tazilah) semua itu ditolaknya.
Penyebab Asy’ariyah meninggalkan Mu’tazilah
adalah adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa menghancurkan
mereka jika tidak segera diakhiri. Ia sangat khawatir jika Qur’an dan Hadits
menjadi korban paham-paham Mu’tazilah yang menurutnya tidak dapat dibenarkan,
karena didasarkan atas pemujaan akal. Asy-Ariyah dalam hal
pemikiran-pemikirannya mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan
golongan tekstualis dan ternyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas
kaum Muslim.
e.
Maturidiyah
Aliran Maturidiyah masih tergolong Ahli
Sunnah seperti halnya aliran Asy’ariyah. Pendirinya adalah Muhammad bin
Muhammad Abu Mansur. Ia dilahirkan di Maturid, daerah kecil di Samarkand kurang
lebih pada pertengahan abad ketiga Hijrah dan meninggal di Samarkand juga pada
tahun 332 H.
Maturidy semasa hidupnya dengan Asy’ary,
hanya dia hidup di Samarkand, sedang Asy’ary di Basrah.. Asy’ary pengikut
mazhab Syafi’i sedangkan Maturidy pengikut mazhab Hanafi.
Adapun perbedaan dari segi pemikiran
antara Asy’ary dan Maturidy adalah menurut aliran Asy’ariyah, mengetahui Tuhan
diwajibkan Syara’, sedangkan menurut Maturidy diwajibkan oleh akal. Selain itu
menurut golongan Asy’ary sesuatu perbuatan tidak mempunyai sifat baik dan
buruk. Baik dan buruk tidak lain karena diperintahkan Syara’ atau dilarangnya,
sedangkan menurut Maturidy, pada tiap-tiap perbuatan itu sendiri ada
sifat-sifat baik ataupun buruk.[4]
f.
Qodariyah
Mazhab ini muncul pada akhir abad pertama Hijrah. Yang menjadi
pelopor dari mazhab ini adalah Ma’bah Al-Jauhani Al-Bishri, di tanah Iraq. Ia
adalah seorang yang alim juga tentang Al-Qur’an dan al-Hadits. Akan tetapi kemudian
ia menjadi sesat dan mendapat pendapat-pendapat yang salah. Akan tetapi setelah
diketahui oleh Pemerintah Umayyah pada waktu itu, maka akhirnya ia dibunuh oleh
Abdul Malik bin Marwan dan disulakan di Damsyik tahun 80 hijrah
g.
Jabariyah
Golongan ini adalah gerakan yang
menentang Qodariyah. Pendirinya adalah
Jaham bin Shafwan. Sehingga kadang-kadang paham ini disebut juga
golongan Jahamyah. Jahamlah penggegas pendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan
terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk bertindak
dalam mengerjakan segala sesuatu. Semua tindakan manusia sudah menjadi
ketentuan Tuhan. Jadi manusia tidaklah bertanggung jawab atas perbuatannya.
Gerakan dan golongan ini mendapat
tantangan yang hebat dari golongan-golongan dan para ulama di luar Jahamyah,
yang menolak dan memberantas Jaham tersebut. Penolakan itu lebih-lebih
ditandaskan kepada 2 soal:
1.
Pendirian Jabariyah, bahwa
manusia itu tidak mempunyai ikhtiar sedikitpun. Ajaran dan pendirian itu tentulah
akan menjadikan manusia malas dan berputus asa, tidak mau bekerja. Bahkan akan
berserah diri kepada Qodar saja. Hal itu pasti mengakinatkan kemunduran umat
Islam.
2.
Terhadap tawil yang
berlebih-lebihan, mentakwilkan Al-Qur’an yang mengandung sifat-sifat Allah. Hal
itu berarti membatasi memahamkan Al-Qur’an dari satu jurusan saja.
h. Murjiah
Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir
abad pertama Hijrah. Di namai Murjiah, karena lafadz ini berarti menunda
atau mengembalikan. Mereka berpendapat bahwa orang-orang yang sudah mukmin
yang berbuat dosa besar, hingga matinya tidak juga tobat, orang itu belum dapat
kita hukum sekarang. Terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya
kepada Allah kelak setelah hari kiamat.[5]
Golongan Murjiah ini sangat mementingkan
kewajiban-kewajiban sesama manusia daripada kewajiban-kewajiban terhadap agama,
sekalipun ada nashnya dalam Al-Qur’an. Mereka mengutamakan dan memberian nilai
yang tinggi kepad i’tiqad, bukanterhadap amalan-amalan yang lainnya dalam
agama. Tetapi aliran ini sudah lenyap sama sekali, sebab ditindas dan
dimusnahkan oleh Daulah Abbasyah, apalagi golongan ini penyokong Daulah Umayah.
v Pokok-pokok
Pemikiran aliran-aliran
a.
Aliran Khawarij[6]
1.
Setiap muslim tanpa melihat
keturunan,bangsa, atau warna kulit, seorang keturunan budak sekalipun, yang
perilaku hidupnya tidak tercela, dapat ditetapkan sebagai khalifah.
2.
Untuk menjadi imam atau Khalifah
harus dipilih pleh rakyat secara demokratis.
3.
Orang yang berdosa besar,
misalnya kearena membunuh dipandang sebagai orang kafir.
4.
Orang yang berperilaku buruk
walaupun ibadahnya baik tetap masuk neraka
5.
Kehidupan yang baik adalah
menyingkirkan diri dari keramaian, dengan jalan bertapa dan lainnya.
b.
Aliran Syiah
1.
Bahwa Ali bin Abi Thalib telah
ditunjuk nabi dengan nash untuk menjadi Khalifah setelah Nabi wafat.
2.
Bahwa Imam (khalifah) harus
keturunan nabi melalui garis Ali dan istrinya Fatimah binti Muhammad.
3.
Bahwa Imam (khalifah) wajib
ma’sum artinya terpelihara dari dosa besar dan kecil.
c.
Aliran Mu’tazilah
1.
A-Tauhid, yaitu bahwa Allah itu
Esa, satu dengan zat dan sifatnya, dan sifatnya itu adalah zat Allah itu
sendiri
2.
Al-A’dal, artinya bahwa Allah itu
adil, tidakmungkin Allah menggerakkan
manusia mengerjakan yang jahat. Allah hanya menyuruh berbuat yang baik. Oleh
karena itu manusia menmpunyai ikhtiar sendiri dalam perbuatannya, tidak
bergantung kepada kodrat irodat Allah.
3.
Manzilah bainal manzilataini,
artinya bahwa dalam menetapkan tempat bagi orang-orang yang berdosa besar,
yaitu diantara tempat orang mukmin dan orang kafir.
4.
Al-wa’ad wal wa’id, artinya jika
Allah berjanji dengan pahala terhadap kebajikan, di tepati janji-Nya, begitu
juga dengan janji siksaanNya, tidak ada hak memberi ampunan
5.
Amar ma’ruf dan nahi munkar,
artinya bahwa Alah menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat, yang hal
itu menurut Mu’tazilah wajib karena akal bukan karena nash Al-Qur’an dan Al-
hadits.
Selanjutnya kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu tidak abadi,dan hanya dipakai sebagai alat untuk wahyu, Apa yang
didengar oleh nabi Muhammad bukan sabda Allah sendiri, melainkan hanya alat
yang di buat untuk menyatakan kemauan-Nya
d.
Aliran Asy’ariyah
Aliran ini tidak dapat jauh dari
pemakaian rasio(akal) dan argumentasi pemikiran. Hal ini dikarenakan pendirinya
dahulu pernah menjadi penganut aliran Mu’tazilah. Namun Aliran ini menggunakan
rasio secara tidak berlebih-lebihan seperti Mu’tazilah.
Pokok-pokok
pemikirannya yaitu:
1.
Sifat
Aliran ini mengakui adanya sifat-sifat
Tuhan, yang mana sifat-sifat tersebut sesuai dengan zat Tuhan sendiri dan sama
sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk.
2.
Kekuasaan Tuhan dan perbuatan
manusia
Manusia
tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu.
3.
Melihat Tuhan pada hari kiamat
Aliran ini berpendapat bahwa Tuhan dapat
dilihat, tetapi tidak menurut sara tertentu dan tidak pula pada arah tertentu.[7]
4.
Dosa Besar
Aliran ini mengatakan bahwa orang Mukmin
yang mengesaan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah dia akan
diampuni-Nya atau langsung masuk surga, ataukah dijatuhi siksa karena
kefasikannya, tetapi kemudian masuk surga.
e.
Aliran Maturidiyah
Aliran
ini memiliki kemiripan dengan Asy’ariyah dalam hal tujuan, yaitu membendung dan
melawan aliran Mu’tazilah. Perbedaannya hanyalah jika Asy’ariyah menghadapi
negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yaitu Basrah dan Irak, sedangkan Maturidiyah
menghadapi Mu’tazilah di bagian negeri Samarkand dan Iran. Meskipun hampir
mirip, namun memiliki beberapa perbedaan dalam hal pendapat. Contoh masalah
yang menjadi perbedaan tersebut adalah:
-
Apakah sifat-sifat Baqa’ itu sifat wujud atau bukan
-
Bagaimana hakikat iman dan apa bisa bertambah atau
berkurang, dsb.
Pokok-pokok
pemikirannya meliputi:[8]
1.
Kewajiban mengetahui Tuhan
Menurut Al-Maturidiyah, akal bisa mengetahui
kewajiban untuk mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan, seperti yang
diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyelidiki alam,
bumi, dan langit. Namun, meskipun akal semata-mata sanggupmengetahi Tuhan,
tetapi ia tidak sanggupmengethui dengan sendirinya hukum-hukum takfili
(perintah-perintah Tuhan).
2.
Kebaikan dan keburukan menurut
akal
Aliran ini mengakui adanya keburukan
obyektif (yang terdapat pada sesuatu perbuatan itu sendiri) dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan
sebagian perbuatan. Seolah- olah mereka membagi perbuatan-perbuatan menjadi 3,
yaitu sebagian yang dapat diketahui kebaikannya dengan akal semata,sebagian
keburukan yang dapat diketahui akal, dan sebagian tidak jelas kebaikan dan
keburukannya bagi akal dan hanya bisa diketahui melalui syara’.
3.
Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan
Menurut aliran ini perbuatan tuhan
mengandung kebijaksanaan(hikmah), baik dalam ciptaan-ciptaan-Nya maupun dalam
perintah ataupun larangan-Nya(takfili). Tetapi perbuatan Tuhan tersebut tidak
karena paksaan. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban
itu mengandung suatu perlawanan dengan irodat-Nya.
f.
Aliran Jabariyah
Aliran
ini dalam berfikir tentang takdir menggunakan metode pasrah. Maksudnya segala sesuatu yang ada di dunia ini
adalah kehendak tuhan. Begitu pula dengan perbuatan manusia adalah kehendak
Tuhan. Sehingga dengan kata lain manusia tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya.
g.
Aliran Qodariyah
Aliran ini menggunakan paham kehendak
bebas. Maksudnya segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah usaha dari
manusia. Begitu pula dengan segala perbuatan manusia dan apa yang diperolehnya
dianggap sebagai hasil jerih payahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari
Tuhan.
h.
Aliran murjiah
Aliran ini berpendapat bahwa dosa besar
tidak merusak iman. Seperti halnya ketaatan, tidak memberi manfaat bagi orang
kafir. Iman adalah pembenaran, pengakuan, keyakinan, dan pengetahuan. Sehingga
dapat dikatakan iman terpisah dari perbuatan.[9]
Perbuatan maksiat tidak akan merusak hakikat iman seseorang. Ada juga dari
aliran ini yang berpendapat bahwa pelaku dosa diserahkan kepada Allah pada hari
kiamat.
IV.
Kesimpulan
Dalam
Islam terdapat banyak aliran-aliran dengan corak pemikiran yang berbeda-beda.
Jikalaupun ada persamaan, biasanya Cuma sedikit dalam segi tertentu. Hal ini
dikarenakan setiap orang memiliki main set yang tidak sama dalam
menginterpretasikan segala sesuatu. Adapun pemikiran-pemikiran dari berbagai
aliran tersebut ada yang melenceng dari ajaran Al-Qur’an dan Al-hadits.
Sehingga kita sebagai seorang muslim harus selektif dalam memahami corak-corak
masing-masing dari mereka, tidak langsung menganutnya dengan mengambil secara
mentah-mentah. Di lihat dahulu apakah pemikiran itu sudah sesuai dengan
landasan kita Al-Qur’an dan Al-Hadits atau tidak.
Daftar Pustaka
A.Hanafi.Pengantar
Theologi Islam.PT.Jayamurni:Jakarta.1974
.Theology Islam.PT.Bulan
Bintang:Jakarta.1996
Hilman
Hadikusuma.Antropologi Agama bagian 2.PT.Citra aditya Bakti:Bandung.1993
Imam Muh. Abu
Zahrah.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam.Logos Publishing House:
Jakarta.1996
M. Thahir Abd. Mu’in.Ilmu Kalam.Widjaya:Jakarta.1966
[1]
M. Thahir Abd. Mu’in.1996.Ilmu Kalam.Widjaya:Jakarta.hlm.98
[2]
Ahmad Hanafi.1996.Theology
islam.PT.Bulan Bintang:Jakarta.hlm.39
[3] M. Thahir Abd. Mu’in.opcit.hlm.58
[4] M. Thahir Abd. Mu’in.1996.opcit.hlm.70
[5]
Ibid.hlm.100
[6]
Hilman Hadikusuma.Antropologi Agama bagian 2.PT.Citra Aditya Bakti:
Bandung.hlm.
[7]
A.Hanafi.Pengantar Theologi
Islam.Pustaka Al-Husna:Jakarta.1974.hlm.109
[9]
Imam Muh.Abu Zahrah.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam.Logos
Publishing House:Jakarta.1996.hlm.143
Makalah Bursa Saham
BURSA
SAHAM
A. Pendahuluan
Dewasa ini telah
terjadi kontroversi mengenai hukum dari bursa saham. Ada sebagian pendapat yang
membolehkan dan ada juga sebagian pendapat yang mengharamkan praktik jual-beli
bursa saham ini. Dengan adanya kontroversi ini banyak masyarakat khususnya
konglomerat yang melakukan praktik jual beli ini yang bingung, resah, dan ragu
akan hukumnya.[1]
Sebelumnya pemakalah
akan mengenalkan apa bursa saham itu. Bursa saham adalah pasar yang di dalamnya
berjalan usaha jual beli saham. Dalam praktiknya melibatkan para broker yang
menjadi perantara antara penjual dan pembeli. Dengan adanya kasus di atas maka
pemakalah akan membicaraan mengenai bursa saham mengenai macam transaksi,
madharat, keuntungan, dan hukumnya.
B. Pembahasan
v Macam-macam
transaksi bursa saham
1. Dari
sisi waktunya
- transaksi berjangka, yakni transaksi
yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian ditentukan dan disepakati saat
transaksi. Terkadang harus diklarifikasi lagi pada hari-hari yang telah
ditetapkan oleh komite bursa dan ditentukan serah terimanya di muka. Adapun
tujuan transaksi ini hanya semacam
investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk melakukan jual
beli secara riil
- transaksi instant, yakni transaksi dimana dua
belah pihak pelaku transaksi melaukan serah terima jual beli secara langsung
atau paling lambat 2 kali 24 jam. Transaksi ini tidak hanya sekedar transaksi
semu saja tetapi bersifat riil.
Kedua transaksi ini terkadang
menggunakan kertas-kertas berharga ataupun barang-barang dagangan.
2. Dari
sisi objek
-
Transaksi yang
menggunakan barang-barang komoditi/ bursa komoditas. Transaksi ini dilakukan
dengan menggunakan barang contoh dengan penyerahan tertunda
-
Transaksi dengan
menggunakan kertas-kertas berharga( bursa efek) dimana objeknya saham dan giro.
v Dampak-dampak
positif Bursa saham
a. Membuka
pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan penjual untuk saling bertemu lalu
melakukan transaksi instant maupun berjangka terhadap kertas-kertas saham,
giro, maupun barang-barang komoditi
b. Mempermudah
pendanaan pabrik-pabrik, perdagangan ,dan proyek pemerintah melalui penjualan
saham dan kertas-kertas giro komersial
c. Mempermudah
penjualan-penjualan saham dan giro pinjaman kepada orang lain dan menggunakan
nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan saham-saham itu tidak
mematok harga murni untuk para pemiliknya.
d. Mempermudah
mengetahui timbangan harga-harga saham dan giro piutang serta barang-barang
komoditi
v Dampak-dampak
negatif Bursa saham
a. Transaksi
berjangka dalam pasar saham ini sebagian besar bukanlah jual beli sesungguhnya.
Karena tidak ada unsur serah
terima dalam pasar saham ini antara kedua belah pihak yang bertransaksi,
padahal syarat jual beli adalah adanya serah terima barang.
b. Kebanyakan
penjualan dalam pasar ini adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik
mata uang, saham, giro piutang dengan harapan aan dibeli di pasar sesungguhnya
dan diserah terimakan pada saat nantinya tanpa mengambil uang pembayaran
terlebih dahulu.
c. Pembei dalam
pasar ini kebanyakan membeli kemudian menjual kembali barang yang dibelinya
sebelum dia terima.
d. Yang dilakukan
para pemodal besar dengan memonopoli saham dan sejenisnya serta barang-barang
komoditi komersial lain di pasaran agar bisa menekan pihak penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka
miliki.
e. Harga—harga
dalam pasar tidak sepenuhnya bersandar pada mekanisme pasar semata secara
praktis dari pihak-pihak orang yang butuh jual-beli.
v Hukum-hukum
Syari’at tentang transaksi bursa saham
Dari penjelasan di
atas, dengan adanya macam-macam bentuk transaksi bursa saham baik dari sisi waktu dan objeknya, maka tidak
mungkin ditetapkan hokum syari’atnya dalam skala umum. Harus dirinci terlebih dahulu baru masing-masing jenis
transaksinya ditentukan hukumnya secara terpisah.
Lembaga pengkajian fiqih yang mengikuti Rabithah al-‘alam al islami
telah merinci dan menetapkan hokum masing-masing transaksi telah memberikan
keputusan mengenai praktik transaksi jual beli saham sebagai berikut:
a.
Pasar bursa saham itu target utamanya adalah
menciptakan pasar tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para
pedagang dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli.ini
satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil
kesempatan orang-orang yang lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi harga
asli, bahkan tidak tahu yang mau menjual /membeli sesuatu kepada mereka
b.
Bahwa transaksi instant terhadap barang-barang yang
ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada
serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat adalah transaksi yang
diperbolehkan selama barang itu tidak haram
c.
Bahwa transaksi instant maupun berjangka terhadap
kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah
diperbolehkan menurut syari’at karena semua itu aktivitas jual beli yang
didasari dengan riba
d.
Sesungguhnya transaksi instant terhadap saham-saham
perusahaan dan badan usaha kalau saham itu memang berada dalam kepemilikan
penjual boleh-boleh saja menurut syari’at selama dasar usahanya tidak haram
e.
Bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya
terhadap barang gelap(tidak dalam kepemilikan si penjual) tidaklah
diperbolehkan menurut syari’at karena telah menjual barang yang tidak dimiliki.
Sebagaimana hadits shohih dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda
“ janganlah
engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki”
f.
Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual
beli yang diperbolehkan dalam syariat Islam, karena berbeda dalam dua hal:
1.
Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung
saat transaksi.
2.
Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa
kali penjualan dalam kepemilikan penjual pertama
C.
Kesimpulan
Dengan demikian pemakalah dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
jual-beli / bertransaksi bursa saham diperbolehkan. Namun semua itu juga
kembali pada bagaimana cara transaksi tersebut. Apabila bentuk transaksi
tersebut menyimpang dari syarat sah jual beli dan jual-beli tersebut merugikan
salah satu pihak atau lebih parahnya terdapat unsur penipuan maka transaksi tersebut
hukumnya haram
D.
Daftar Pustaka
Abu Umar
Basyir.FIKIH EKONOMI KEUANGAN ISLAM.Darul
Haq: Jakarta.2004
[1]
Abu Umar Basyir, FIKIH
EKONOMI KEUANGAN ISLAM, Darul Haq: Jakarta,2004
Makalah tentang As-Sunnah Berdasarkan Kaum Orientalis
As-Sunnah berdasarkan kaum Orientalis
Pendahuluan
Hadits menurut bahasa berarti
baru, dekat, atau berita. Sedangkan menurut istilah berarti segala ucapan,
perbuatan, dan ketetapan dari Nabi Muhammad SAW. Dalam Khazanah ilmu-ilmu
keislaman, istilah hadits sering disebut dengan istilah Sunnah yang menurut bahasa
berarti jalan yang dijalani baik yang terpuji ataupun tidak.
Dalam konteks sumber ajaran islam hadits atau sunnah menempati
urutan kedua setelah Al-Quran. Namun perlu kita ketahui bahwa as-sunnah atau
hadits masih menjadi perdebatan di kalangan kaum berilmu atau ulama’, yaitu
mengenai keshohihan suatu hadits. Ada eberapa kaum yang meyakini dan mengatakan
bahwa seluruh hadts itu Shohih semuanya dan adapula yang meyakini bahwa hadits
itu palsu belaka. Speperti halnya kaum orientalis yang cenderung pada pendapat
yang kedua, yaitu berkeyakinan bahwa semua Hadit itu tidak otentik atau palsu
semua karena tidak berasal dari Nabi Muhammad. Kaum orientalis yang dimaksud
disini adalah para sarjana Barat yang notabenenya non muslim (Yahudi,
Kristen,atau bahkan Atheis) Namun mereka sibuk mengkaji Islam beserta seluk
beluknya, Yang termasuk tokoh-tokoh orientalis adalah Ignaz Goldziher, Joseph
Schacht, G.H.A. Juyn Boll, dan lain-lain.
Dalam makalah ini pemakalah akan memaparkan tentang pengertian
orientalis, sejarah orientalis, pandangan orientalis, pengaruh orientalis. Dan ulasan
ringkas atas upaya-upaya yang dilakukan oleh para orientalis dalam menggugat
otentisitas Hadist Rosul dan meruntuhkan otoritasnya sebagai salah satu sumber
ajaran Islam.
Pembahasan
·
Pengertian Orientalisme
Orientalisme berasal dari
dua kata, orient dan isme diambil dari bahasa Latin oriri yang berati terbit. Secara
geografiskata orient bermakna dunia belahan timur dan secara etnologis berarti
bangsa-bangsa timur. Sedangkan istilah isme berasal dari bahasa Belanda atau
isma dalam bahasa latin atau ism dalam bahasa Inggris yang berarti a
doctrine, theory of system, atau pendirian ,ilmu, paham kepercayaan, dan system. Jadi menurut bahasa
orientalisme diartikan sebagai ilmu tentang ketimuran atau studi tentang dunia
Timur.[1] Adapun yang berpendapat bahwa orientalisme
adalah faham yang berkeinginan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa timur dan lainny. Faham
ini berfokus pada dunia Islam. Dengan demikian para orientalis mempunyai
harapan dalam mengkaji biografi Nabi Muhammad seperti merembetnya tuduhan dusta
dan pernah mendapat julukan sebagai ahli sihir, kekerasan, menyiarkan agama
dengan pedang.[2] Sedangkan orientalis
adalah orang-orang Barat yang menganut paham orientalisme.[3]
·
Sejarah,
Pertumbuhan, dan Perkembangan Orientalis
·
Selayang pandang tentang kajian orientalis
Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Irak dan
mantan guru besar di Universitas Birminghom, Inggris, mengumumkan bahwa, “sudah
tiba saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks Al-quran
sebagaimana telah kita lakukan terhadap
kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang
berbahasa Yunani. Adapun latar belakang mereka menyeru seperti demikian adalah
karena dilatarbelakangi oleh kekecewaan sarjana Kristen dan Yahudi terhadap
kitab suci mereka dan juga disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat
islam dan kitab suci Al-Quran. Perlu diketahui bahwa mayoritas ilmuwan dan
cendekiawan Kristen sudah lama meragukan otentisitas Bible yang ada di tangan
mereka saat ini terbukti bukan asli alias palsu. Banyak campur tangan manusia,
sehingga sukar dibedakan mana yang benar-benar asli dan mana yang bukan.
Menurut kaum orientalis, Bible yang beredar sekarang ini bukanlah
ditulis berdasarkan salinan kata yang
ditemukan, akan tetapi penulis Bible menuliskan apa yang mereka pikir
sebagai maknanya. Sehingga yang terjadi
bukan pembetulan kesalahan, tetapi justru penambahan kesalahan.
Selain mengkaji Al-Quran, kaum orientalis juga mengkaji Hadits.
Mereka menganggap bahwa hadits itu palsu semuanya, tidak otentik. Hal itu
dikarenakan menurut mereka tidak ada bukti yang konkret bahwa As-sunnah itu
benar-benar berasal dari Rasulullah. Para orientalis menyatakan bahwa
hadits-hadits Rosulullah itu palsu semua, tidak otentik karena bukan berasal
dari Nabi Muhammad SAW. Adapun, Kaum
orientalis yang dimaksud disini adalah para sarjana Barat yang nota benenya non
nuslim (Yahudi, Kristen, dan Atheis) namun sibuk mengkaji Islam beserta seluk
beluknya, Adapun pengikut orientalis yang dimaksud adalah kalangan muslim yang
terpengaruh oleh tulisan-tulisan mereka lalu latah dan ikut-ikutan menolak
Hadits secara keseluruhan.
Kekeliruan dan Khayalan
Orientalis
Al-Quran merupakan target utama serangan misionaris dan orientalis
Yahudi-Kristen, setelah mereka gagal menghancurkan sirah dan sunnah Rasulullah
SAW. MEreka mempertanyakan status kenabian beliau,meragukan kebenaran riwayat
hidup beliau, dan menganggap sirah beliau tidak lebih dari legenda dan cerita
fiktif belaka. Demikian pendapat Caetani, Wellhausen, dan lain-lain. Karena mereka
sibuk merekonstruksi biografi Rasulullah SAW khususnya, dan sejarah Islam
umumnya. Mereka ingin umat islam melakukan hal yang sama seperti yang mereka
lakukan terhadap nabi-nabi mereka. Dalam logika mereka, jika ada upaya
pencarian Jesus Historis mengapa tidak ada pula pencarian fakta sejarah hidup
RAsulullah?.
Sikap semacam ini juga tampak dalam kajian orientalis terhadap
Hadits. Mereka menyamakan Sunnah dengan tradisi apokrypha dalam sejarah Kristen
atau tradisi Aggada dalam agama Yahudi. Dalam khayalan mereka teori evolusi
juga berlaku untuk sejarah hadits. Mereka berspekulasi bahwa apa yang dikenal
sebagai hadits muncul beberapa ratus tahun sesudah Nabi Muhammad wafat, bahwa
hadits-hadits mengalami tahap evolusi. Nama-nama dalam rantai periwayatan (sanad)
mereka anggap tokoh fiktif. Penyandaran suatu hadits secara sistematik(isnad),
menurut mereka baru muncul pada zaman Daulah Abbasiyyah. Semua usaha kaum
orientalis missionaries tersebut tidak lain agar umat Islam membuang tuntunan
Rasulullah SAW sebagaimana orang Kristen meragukan dan akhitnya mencampakan
ajaran Jesus.
Survei Kronologis Kajian
Orientalis Seputar Hadits
Gugatan orientalis
terhadap hadits bewrmula pada pertengahan abad ke-19 Masehi, tatkala hampir seluruh bagian dunia Islam telah masuk dalam
cengkraman kolonialisme bangsa-bangsa Eropa. Alois Sprenger adalah orang yang
pertama kali mempersoalkan status Hadits dalam Islam. Dalam pendahuluan bukunya
mengenai riwayat hidup dan ajaran Nabi Muhammad, misionaris asal Jerman yang
pernah tinggal lama di India ini mengklaim bahwa hadits merupakan kumpulan
anekdot (cerita-cerita bohong tapi menarik). Klaim ini diamini oleh rekan satu
misinya William Muir, orientalis asal Inggris yang juga mengkaji biografi Nabi
Muhammad SAW dan sejarah perkembangan Islam. Menurut Muir, dalam literatur
hadits, nama nabi Muhammad SAW sengaja dicatat untuk menutupi bermacam-macam
kebohongan dan keganjilan.
Selang beberapa lama
setelah itu muncul Ignaz Goldziher. Orang Yahudi kelahiran Hungaria ini sempat
nyantri di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir selama kurang lebih satu
tahun(1873-1874). Setelah kembali ke Eropa, oleh rekan-rekannya ia dinobatkan
sebagai sebagai orientalis yang konon paling mengerti tentang Islam, meskipun
dan justru karena tulisan-tulisannya mengenai Islam sangat negative dan
distortif, mengelirukan, dan menyesatkan. Menurutnya, hadits lebih merupakan
refleksi interaksi dan konflik pelbagai aliran dan kecenderungan yang muncul
kemudian di kalangan masyarakat Muslim pada periode kematangannya, ketimbang
sebagai dokumen sejarah awal perkembangan Islam. Ini berarti menurut dia hadits
adalah produk bikinan masyarakat Islam beberapa abad setelah Nabi wafat, bukan
berasal dan asli dari beliau. Pendapat menyesatkan ini telah disanggah oleh sejumlah
ilmuwan seperti Syaikh Musthafa as-Siba’I, Muhammad Abu Shuhbah, dan Abd
al-Ghani Abd al-Khaliq.
Namun oleh para
koleganya sesame misionaris, pendapat Goldziher tersebut disetujui seratus
persen. David Samuel Margoliouth misalnya, turut meragukan otentisitas Hadits.
Alasannya, pertama, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Hadits telah
dicatat sejak zaman Nabi SAW, dan kedua karena alas an lemahnya ingatan para
perawinya. Masalah ini telah dijawab dan dijelaskan oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khattib.
Jika Henri Lammens (misio-naris Belgia) dan Leone Caetani (misionaris Italia) mendakwa isnad
muncul jauh setelah matan hadits ada dan merupakan fenomena internal dalam
sejarah perkembangan Islam, maka Josef Horovitz berspekulasi bahwa sistem
periwayatan hadits secara berantai(isnad) baru diperkenalkan dan diterapkan
pada akhir abad pertama hijriah. Selanjutnya orientalis Jerman berdarah Yahudi
ini mengatakan bahwa besar kemungkinan praktik isnad berasal dari dan
dipengaruhi oleh tradisi lisan sebagaimana dikenal dalam literatur Yahudi.
Spekulasi Horovitz ini belakangan digaungkan kembali oleh gregor schoeler.
Diantaranya yang turut mengamini pendapat Goldziher adalah orientalis Inggris
bernama Alfred Guillaume. Dalam bukunya mengenai sejarah hadits, mantan guru
besar Universitas oxford ini mengklaim bahwa sangat sulit untuk mempercayai
literatur hadits secara keseluruhannya sebagai rekaman otentik dari perkataan
dan perbuatan Nabi SAW
Pengaruh Orientalis di
Balik Gerakan Anti-Hadits
Gugatan para orientalis
dan misionaris Yahudi dan Kristen itu telah menimbulkan dampak yang cukup
besar. Melalui tulisan yang diterbitka dan dibaca luas, mereka telah berhasil
mempengaruhi dan meracuni pemikiran sebagian kalangan umat islam. Maka
muncullah gerakan anti Hadits di India, Pakistan, Mesir, dan Asia Tenggara.
Dalam propagandanya,
gerakan ini mengklaim bahwa Al-Quran saja sudah cukup untuk menjelaskan semua
perkara agama. Propaganda anti hadits ini belakangan diteruskan oleh Ghulam
Ahmad Parwez dan Sayyid Rafi’uddin Multan, akan tetapi mendapatkan serangan
balik dari para ulama’ setempat. Wabah anti hadits juga sempat merebak di Timur
Tengah. Pemicunya adalah artikel Muhammad Tawfiq Shidqi yang dimuat dalam
majalah al-Manar Kairo Mesir. Menurutnya perilaku Muhammad SAW, tidak
dimaksudkan untuk ditiru seratus persen, umat islam semestinya berpegang cukup
dengan Al-Quran saja
Heboh berikutnya timbul
menyusul terbitnya karya-karya Mahmud Abu RAyyah yang tidak hanya menolak
otentisitas sekaligus otoritas hadits maupun Sunnah, tapi juga mempersoalkan
integritas para sahabat umumnya dan Abi Huraytah khususnya.
Gerakan Anti hadits di
Amerika dipelopori oleh Rashad Khalifa, insinyur kimia lulusan Universitas
Arizona. Gerakan yang ia namakan “The Qur’anis Society” ini secara resmi
didirikan pada Juni 1983, menyusul seminar Misioanaris Kristen dan Yahudi di
Amerika, dimana ia menyampaikan makalahnya yang berjudul ”Islam: Past present and Future.”dalam tulisan-tulisannya dia
banyak mengeluarkan pernyataan menyesatkan seperti, “Hadits-hadits adalah
ciptaan Iblis, mempercayai Hadits bermakna mempercayai ajaran Iblis.”
Gaung inkarus sunnah
juga sampai ke Nusantara. Di Indonesia gerakan ini telah dilarang secara resmi
oleh para Ulama dan pemerintah sebagaimana tertera dalam Fatwa hasil keputusan
Komisa Fatwa MUI pusat tahun 1983 dan keputusan jaksa Agung RI, nomor
169/J.A./9/1983.
Tokoh-Tokoh Orientalis
1 Ignaz Goldzihar
Ignaz Goldzihar lahir pada 22 juni 1850 di sebuah kota di
Hongaria. Berasal dari keluarga Yahudi yang terpandang dan memiliki pengaruh
luas. Pendidikannya dimulai dari Budhaphes, kemudian melanjutkan ke Berlin pada
tahun 1869 hanya sau tahun kemudian pindah ke Universitas Leipzig. Dia sempat
nyantri di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir selama kurang lebih satu tahun.
Goldzihar memaarkan
sejarah dan perkembangan Hadits serta mengungkapkan urgensi hadits bukan daklam
arti yang sebenarnya menurut islam. Menurutnya Hadits merupakan sumber utama
untuk mengetahui tentang perbincangan politik, keagamaan, dan mistisisme dalam
islam. Hadits dipakai sebagai senjata oleh masing-masing mazhab baik kelompok
politik maupun paham fiqh berupaya menggunakan hadits sebagai alat untuk
menguaai persoalan kehidupan di tengah umat islam. Jadi hadits tidak di gunakan
sebagai alat untuk mengetahui perilaku Nabi, tetapi lebih untuk kepentingan
tiap kelompk aliran baik politik maupun keagamaan.[4]
2. Joseph Schacht
(1902-1969)
Orientalis Jerman
spesialis dalam bidang fiqih islam, lahir pada 15 maret 1902 di Rottbur,
Jerman. Dia memulai studi di perguruan tinggi dengan mendalami filologi
klasik,teologi, serta bahasa-bahasa timur di universitas Prusla dan Leipzig.
Pada tahun 1923 dia mendapatkan gelar sarjana tingkat pertama di universitas
Prusla.[5]
Schacht mendefinisikan
sunnah sebagai konsepsi arab kuno yang berlaku kembali sebagai salah satu pusat
pemikiran dalam islam. Dia menilai bahwa Sunnah lebih berarti pada praktik
ideal dari komunitas setempat. Konsep islam tentang kehidupan dipandangnya
hanya sebagai sebuah pelestarian adat istiadat tradisi masyarakat arab pra
islam, yang bercitikan dengan profane dan magis. Berciri magis maksudnya
mengingat kaidah-kaidah hokum yang muncul dalam penyelidikan dan pembuktian
dikuasai oleh prosedur-prosedur sacral, seperti ramalan, sumpah, dan kutuk. Dan
profane mengingat bahwa hukum diperempit menjadi masalah ganti rugi dan
pembayaran seperti contoh metode pembelajaran.
Kritik Metodologi dan
Epistemologi Orientalis
Sebagaimana telah
disinggung di atas, gugatan orientalis dan para pengikutnya terhadap hadits
telah ditolak dan dijawab oleh sejumlah ulama pakar. Berikut ini akan
diungkapkan kelemahan-kelemahan dan keselahan-kesalahan metodologis maupun
epistemologis yang terdapat dalam
tulisan-tulisan orientalis dan para pengikutnya. Ambil sebagai contoh karya Joseph Schacht. Menurut profesor
Muhammad Musthafa al-Azami, kekeliruan
dan kesesatan Schacht dalam karyanya itu disebabkan oleh lima perkara, 1)
sikapnya yang tidak konsisten dalam berteori dan menggunakan sumber rujukan, 2)
bertolak dari asumsi-asumsi yang keliru dan metodologi yang tidak ilmiah, 3)
salah dalam menangkap dan memahami sejumlah fakta, 4)ketidaktahuannya akan
kondisi politik dan geografis yang dikaji, 5) salah faham mengenai
istilah-istilah yang dipakai oleh para ulama Islam.[6]
Ada satu kelemahan yang
paling menonjol dalam metodologi Schacht, yaitu seringnya dia menarik kesimpulan
berdasarkan argumentum e silentio,
yakni alas an ketiadaan bukti. Disebut demikian karena argument ini biasanya
diungkapkan secara impersonal( dengan kalimat “the sources are silent regarding,,,,” atau “nothing is known about,,,,”dan sebagainya). Menurutnya ketiadaan
bukti bukanlah bukti ketiadaan. Kerapuhan metodologi ini tidak terlalu
mengejutkan, Karena Schacht dan orang-orang semacamnya memang berangkat dari
niat yang buruk untuk merobohkan pilar-pilar Islam, agama yang dikagumi namun
amat dibencinya itu. Itulah sebabnya oleh kalangan orientalis sendiri, karya
Schacht tersebut cukup banyak dikritik.
Terkait dengan
kerancuan metodologi tersebut adalah sikap paradox (berpendirian ganda) dan
ambivalen(menganut nilai kebenaran ganda) yang tak terelakkan. Di satu sisi
mereka meragukan dan bahkan mengingkari kebenaran sumber-sumber yang berasal
dari orang Islam, sementara di sisi lain mereka menggunakan hokum-hukum Islam
sebagai bahan referensi tanpa mereka sadari. Sikap paradox ini merupakan
konsekuensi yang tak terelakkan dari dilemma metodologis antara merujuk atau
tidak merujuk, antara mempercayai atau mengingkari sumber-sumber Islam.
Sikap ambivalen
orientalis terungkap jelas, misalnya dalam kasus Juynboll, Coulson, dan Motzki.
Ketiga orientalis ini tampak “plin-plan”, membenarkan dua tesis yang saling
bertentangan nilainya. Di satu sisi ia berusaha keras untuk membantah Schacht
dan membuktikan bahwa hadits otentik sudah beredar sejak kurun pertama Hijriah,
namun disisi lain ia bersikeras mengingkari bahwa otentisitas hadits sulit
dibuktikan
Adapun secara
epistemologis, secara umum dapat dikatakan bahwa sikap orientalis dari awal
hingga akhir penelitiannya adalah skeptis. Mereka meragukan kebenarang dan
membenarkan keraguan. Akibatnya meskipun bukti-bukti yang ditemukan menegasikan
hipotesanya, tetap saja mereka akan menolaknya, karena sesungguhnya yang mereka
cari bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran.
Kesimpulan
Serangan orientalis
terhadap hadits dilancarkan secara bertahap, terencana, dan bersama-sama. Ada
yang menyerang matannya dan ada yang menyerang isnadnya. Hal itu menuntup kita
sebagai kaum muslim untuk waspada terhadap tulisan-tulisan kaum orientalis
mengenai islam. Semua yang ditulis oleh mereka harus kita tanggapi secara
kritis. Jika tidak, kita akan terjebak dalam jurang kesesatan karena
terpengaruh oleh ide-ide pemikiran kaum
orientalis
[1] Wahyudin Darmalaksana.2004.Hadits
di mata Orientalis.Benang Merah Press:Bandung.Hal.51-52
[2] www.google.com.Kumpulan Makalah.2Maret2009.
[3] www.google.com.Pengertian Orientalis.18 Oktober 2011
[4] Abdurrohman Badawi.2003.Ensiklopedi
Tokoh Orientalis.LKis Yogyakarta:Yogyakarta.Hal.129 dan 131
[5] Ibid.hal 270-271
[6] Loc.it. hal110 dan 112
Langganan:
Postingan (Atom)